A. Asbab al-Nuzul
Ayat-ayat dalam
Al-Qur’an dapat kelompok pada dua bagian dilihat dari sebab diturunkannya.
Sekelomok ayat diturunkan tanpa dihubungkan dengan suatu sebab-sebab secara
khusus. Sekelompok ayat-ayat lainnya diturunkan atau disangkut pautkan dengan
suatu sebab khusus. Kelompok yang terakhir ini tidak banyak jumlahnya, tetatpi
mempunyai pembahasan khusus didalam ‘Ulum Al-Qur’an.
Pembahasan asbab
al-Nuzul meliputi antara lain : pengertian asbab Nuzul, Fungsi
riwayat, sabab Nuzul, klasifikasi riwayat / hadits yang meriwayatkannya,
jenis-jenis sabab Nuzul, dan kaidah-kaidah sabab Nuzul yang
terfokus pada hubungan antara riwayat dan bentuk redaksi yang digunakan
ayat-ayat ber-sabab Nuzul.
1. Pengertian Asbab al-Nuzul
Al-Qur’an
berfungsi sebagai petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi. Ayat-ayat
tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda-beda. Kata Asbab
al-nuzul (tunggal: sabab) berarti alasan atau sebab. Asbab
al-Nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.
Menurut al-Zarqani, asbab al-Nuzul
adalah adalah” suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa
ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan
turunnya suatu ayat.”
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan shubhi al-shalik:”suatu yang menyebabkan
turunnya member jawaban terhadap sebab
itu.’’
Unsur
yang penting diketahui perihal asbab al-Nuzul ialah adanya satu atau
beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat ,dan ayat-ayat
itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu.Jadi ada
beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-Nuzul,yaitu
adanya satu kasus atau peristiwa,adanya pelaku peristiwa,adanya tempat
peristiwa,dan adanya waktu peristiwa.Kualitas peristiiwa,pelaku,tempat,dan
waktu perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat itu pada
kasus lain dan ditempat dan waktu yang barbeda.
Sebenarnya
jika yang dimaksud dengan asbab al-Nuzul adalah hal-hal yang menyebabkan turunnya al-Qur’an,semua ayat-ayat al-Qur’an,
semua ayat-ayat Al-Quran mempunyai asbab alnuzul. Tujuan utama AL-Qur’an ialah
hendak mentransformatikan umat nabi Muhammad dari situasi yang lebih buruk
kesituasi yang lebih baik menurut ukuran tuhan. Kondisi objek yang lebih buruk
itulah yang menjadi sebab ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan. Selama kurang lebih
23 tahun ayat-ayat Al-Quran diturunkan bagaikan suatu paket, yang tak dapat
dipisahkan antara satu ayat dengan lainnya.
2. Fungsi Asbab Al-Nuzul
Asbab
al-nuzul mempunyai arti penting dalam menafsirkan al-Qur’an. Seseorang tidak
akan mencapai pengertian yang baik jika tidak memahami riwayaty asbab al-nuzul
suatu ayat. Al-Wahidi (w.468/1075), seorang ulama klasik dalam bidang ini
mengemukakan: “ pengetahuan tentang tafsir dan ayat-ayat tidak mungkin, jika
tidak di lengkapi dengan pengetahuan tentang peristiwa dan penjelasan yang
berkaitan dengan diturunkannya suatu ayat”
Pemahaman asbab al-nuzul akan sangat
membantu dalam memahami konteks turunnya ayat. Ini sangat penting untuk
menerapkan ayat-ayat pada kasus dan kesempatan yang berbeda. Peluang tejadinya
kekeliruan akan semakin besar jika mengabaikan riwayat sabab al-nuzul.
Sebagai contoh, seseorang bisa
berkesimpulan bahwa shalattidak harus menghadap kiblat dan boleh saja menghadap
ke tempat lain, karena dikatakan dalam Q.s. Al- Baqarah/2:115:
ﻭﻠﻠﻪﺍﻟﻤﺸﺭﻕﻭﺍﻟﻤﻐﺭﺐﻓﺎﻴﻧﻤﺎﺘﻭﻟﻭﺍﻓﺸﻡﻭﺟﻪﺍﻟﻟﻪﺇﻦﺍﻟﻟﻪﻭﺍﺴﻊﻋﻟﻳﻡ
“kepunyaan
Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menhadap disitulah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (Rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini turun
berkenang dengan kasus sekelompok musafir yang melaksanakan shalat di suatu
malam gelap gulita, sehingga mereka menghadap kearah yang berbeda-beda. Masalah
ini di ajukan kepada Rasulullah Saw, lalu turunlah ayat tersebut.
Menghadap kekiblat pada waktu shalat
hukumnya wajib. Tidak sah jika shalat jika tidak menghadap kiblat. Kecuali jika
terjadi kondisi seperti ketika ayat itu turun. Itupun terlebih dahulu harus
berusaha sedemikian rupa (ijtihad) untuk mengetahui arah kiblat yang sebenarnya.
Fungsi memahami asbab al-nuzul antara
sebagai berikut :
1.
Mengetahui
hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hokum dan perhatian syarah terhadap
kepentingan umum,tampa membedakan etnik,jenis kelamin, dan agama.Jika analisa
secara cermat,proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi,seperti
penghapusan minuman keras,misalnya ayat-ayat al-Qur’an turun dalam empat kali
tahapan,yaitu Q.s.al-Nahl/16:67, Q.s. al-Baqarah/2:219, Q.s.al-Nisa’/4:43,dan
Q.s. al-Ma’idah/5:90-91.
2.
Mengetahui asbab
al-Nuzul membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat.Misalnya Urwah
ibn Zubair mengalami kesulitan dalam memahami hokum fardhu sa’i antara Shafa
dan Marwah, Q.S. Al-Baqarah /2:158 :
ﺇﻦﺍﻟﺻﻓﺎﻭﺍﻟﻣﺭﻭﺓﻤﻥﺸﻌﺎﺋﺭﺍﻟﻟﻪﻓﻤﻥﺤﺞﺍﻟﺑﻳﺕﺃﻭﺍﻋﺘﻤﺭﻓﻼﺟﻧﺎﺡﻋﻟﻴﻪﺃﻦﻴﻄﻭﻑﺒﻬﻤﺎﻭﻤﻦﺗﻄﻭﻉﺧﻴﺮﺍﻔﺈﻦﺍﻟﻟﻪﺷﺎﻛﺮﻋﻠﻴﻡ
“sesungguhnya
Shafa dan Marwah adalah sebagian dari
syair-syair Allah. Barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah,
maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa
yang mengerjakan suatu kebijakan dengan kerelaan hati, sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Urwah ibn Zubair kesulitan memahami “tidak ada dosa”
(ﺟﻧﺎﺡ ﻓﻼ ) di dalam ayat ini. Ia lalu menanyakan kepada ‘Aisyah perihal
ayat tersebut lalu ‘Aisyah menjelaskan bahwa peniadaan dosa di situ bukan
peniadaan hokum fardhu. Peniadaan disitu dimaksudkan sebagai penolakan terhadap
keyakinan yang telah mengakar di hati kaum Muslimin ketika itu, bahwa melakukan
sa’i diantara Shafa dan Marwah termasuk perbuatan jahiliyah. Keyakinan ini di
dasarkan atas pandangan bahwa pada masa pra Islam di bukit Shafa terdapat
sebuah patung yang disebut Isaf. Dan di bukit Matwah ada sebuah patung yang
disebut Na’ilah. Jika melakukan sa’i di antara dua bukit itu orang-orang
jahiliyah sebelumnya mengusap kedua patung tersebut. Ketika islam lahir,
patung-patung tersebut dihancurkan, dan sebagian umat islam enggan melakukan
sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini (Q.S. Al-Baqarah /2:158).
3.
Pengetahuan
asbab al-Nuzul dapat mengkhususkan (takhshish hokum terbatas pada sebab,
terutama ulama yang menganut kaidah “sebab khusus” ( ﺧﺻﻭﺹﺍﻟﺴﺒﺏ ). Sebagai contoh turunya ayat-ayat zhihar,
pada permulaan surah Al-Mujadalah, yaitu dalam kasus Aus ibn al-Shamit yang
menzihar istrinya, Khaulah binti Hakam ibn Tsa’labah. Hokum yang terkandung di
dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain.
4.
Yang paling
penting ialah asbab al-Nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku
umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa aya itu di terapkan. Maksud
yang sesungguhnya suatu ayat dapat di pahami melalui pengenalan asbab al-Nuzul.
3. Cara-cara Mengetahui Asbab al-Nuzul
Asbab
al-Nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat di pegang. Riwayat
yang dapat dipgang ialah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu
sebagaiman ditetapkan para ahli hadits. Secara khusus dari riwayat asbab
al-Nuzul ialah riwayat dari orang yang terlibat dan mengalami peristiwa yang
diriwayatkannya (yaitu pada saat wahyu di turunkan). Riwayat yang berasal dari
para tabi’in yang tidak merujuk pada Rasulullah dan para sahabatnya, dianggap
lemah (dha’if). Sebab itu, seseorang tidak dapat begitu saja menerima pendapat
seorang penulis atau orang seperti itu bahwa suatu ayat diturunkan dalam
keadaan tertentu. Karena itu, kita harus mempunyai pengetahuan tentang siapa
yang meriwayatkan peristiwa tersebut, dan apakah waktu itu ia memang
sungguh-sungguh menyaksikan, dan kemudian siapa yang menyampaikan kepada kita.
4. Jenis-jenis Riwayat Asbab al-Nuzul
Riwayat-riwayat Asbab
al-Nuzul dapat di golongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan
tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti.
Kategori pertama, para
periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkannya
berkaitan erat dengan asbab al-Nuzul, misalnya Ibn Abbas meriwayatkan tentang
turunnya Q.S. al-Nisa /4:59 : Yang artinya :
“Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan orang-orang yang memiliki
kekuasaan (ulil Amr) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Ayat tersebut
diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaifah ibn Qais ibn Adi ketika
Rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya (detasemen, sebuah satuan tugas
tentara). Sedangkan kategori kedua (mumkin) periwayat tidak menceritakan dengan
jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab
al-Nuzul, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya, misalnya riwayat
Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seorang dari kalangan Anshar,
karena masalah aliran air (irigasi) di al-Harra. Rasulullah bersabda : “wahai
Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah di sekitarmu.” Sahabat
Anshar tersebut kemudian memprotes : “Wahai Rasulullah, apakah ia keponakanmu
?” pada saat itu Rasulullah dengan rona wajah yang memerah kemudian berkata:
“Wahai Zubair, alirikan air ke tanahnya hingga penuh, dan kemudian biarka
selebihnya mengalir ketetangganu.” Tampak bahwa Rasulullah SAW. Memungkinkan
Zubair memperoleh sepenuh haknya, justru sesudah Anshar menunjukkan
kemarahannya. Sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah yang adil bagi
mereka berdua. Zubair berkata “saya tidak bisa memastikan, hanya agaknya ayat
itu turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.” Ayat yang dimaksud ialah Q.S.
al-Nisa /4:65): yang artinya sebagai berikut :
“maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.”
Mengenai jenis-jenis
asbab al-Nuzul dapat di kategorikan ke dalam beberapa bentuk berikut :
1.
Sebagai
tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk
sebab turunya ayat sebagai tanggap terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat
ibn ‘Abbas bahwa Rasulullah pernah ke al-Bathha, dan ketika turun dari gunung
beliau berseru: “Apakah engkau akan percaya, apabila aku katakan bahwa musuh
tengah mengancam dari balik punggung gunung, dan mereka bersiap-siap menyerang,
entah di pagi hari ataupun di petang hari ?” mereka menjawab: “ya, kami
percaya, wahai Rasulullah !” Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau
kumpulkan kami, wahai Muhammad ?” Maka Allah kemudian menurunkan Q.S. al-Lahab
/111. Yang artinya sebagai berikut :
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesunggungnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang
dilehernya ada tali sabut.”
2.
Sebagai
tanggapan atas suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas
suatu peristiwa khusus ialah turunnya
surah Al-Baqarah /2:158,
sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3.
Sebagai
jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-Nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan
kepada Rasulullah seperti turunnya Q.S. al-Nisa/4:11: yang artinya sebagai
berikut :
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan
itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang
ibu-bapak bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban secara
tuntas terhadap pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana di riwayatkan Jabir:
“Rasulullah dating bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena
sakit) diperkampungan Banu Salamah. Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak
sadar, sehingga beliau meminta agar disediakan air, kemudian berwudhu, dan
memercikkan sebagian pada tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah!
Apakah yang Allah perintahkan bagiku berkenaan dengan harta dan benda milikku?”
Maka turunlah ayat di atas.
4.
Sebagai
jawaban dari pertanyaan Nabi
Salah satu bentuk lain ialah Rasulullah SAW
mengajukan pertanyaan, seperti turunnya Q.S. Maryam/19:64: yang artinya sebagai
berikut :
“Dan tidaklah kami (jibril) turun, kecuali dengan
perintah Tuhamu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa
yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya,dan tidak
tuhan lupa.”
Ayat tersubut turun untuk memberikan jawaban terhadap
pertanyaan nabi, sebagai mana di riwayatkan ibn abbas bahwa rasulullah bertanya
pada malaikat jibril, “apa yang menghalangi kehadiranm, sehingga lebi jarang
muncul ketimbang masa-masa sebelumnya?”maka turunlah ayat di atas.
5.
Sebagai
tnggapan atas pertanyaan yang bersifat umum
Dalam
bentuk lain, ayat-ayat al-qur’an di turunkan dalam rangka member petunjuk
perihal pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat nabi, seperti
turunnya q.s. al-baqarah/2:222: yang artinya sebagai berikut :
“mereka
bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: ‘haid adalah suatu kotoran.’ Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjaukan diri dari wanita di waktu haid, dan
janganlah mendekati merekah, sebelum merka suci. Apbilah mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan allah kepadamu.
Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.”
Ayat
ini turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat nabi,
sebagaimana di riwayatkan oleh tsabit dari anas bahwa di kalangan yahudi,
apabilah wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan dengan wanita tersebut,
atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masal itu
kemudian bertanya kepada rasulullah saw tentang hal ini, maka turunlah ayat di
atas.
6.
Sebagai
tanggapan terhadap orang-orang tertentu
Kadangkalah
ayat-ayat al-qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau orang-orang tertentu, seperti turunnya
q.s.al-baqarah/2:196: yang artinya sebagai berikut :
“Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena allah. Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), mak (sembelilah) korban yang mudah di
dapat dan jangan kamu mencukur kepalamu
sebelum korban sampai di tempat penyembelihan. Jika ada di antara kamu yang
sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah
berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban.”
Ka’b
ibn ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pelaksanaan
haji dan ‘umrah. Jika ada orang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala,
maka diberikan kemudahan baginya. Ka’b ibn ujrah sendiri merasakan ada masalah
dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan pada nabi, dan
nabi menjawab”cukurlah rambutmu dan gantikanlah berpuasa tiga hari, atau
menyembelih hewan kurban, atau member makan untuk enam orang miskin, untuk
masing-masing orang miskin satu sah’.
Contoh
lain adalah rujukan tentang nab Muhammad saw, di dalam al-qur’an, seperti
turunnya q.s.alqiyamah/75:16-18: yang artinya sebagai berikut :
“janganlah
gerakan lidahmu untuki (membaca) al-qur’an karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan membuatmu pandai membaca. Apabilah kami selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaan itu.”
7.
Beberapa
sebab tapi satu wahyu
Terkadang
wahyu turun untuk menanggapi beberapaperistiwa atau sebab, misalnya turunnya
q.s.al-ikhlas/112: yang artinya sebagai berikut :
“katakanlah:
‘dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung
kepada-nyasegalah sesuatu. Tiada beranak dan tiada pula di beranakkan. Dan
tiada seorang pun yang setara dengannya.”
Ayat-ayat
di atas turun sebagai tanggapan orang-orang musrik mekah sebelum hijrah, dan
kaum ahli kitab yang di temui di madinah sesudah hijrah.
Contoh
lain ialah turunnya q.s al-taubah/9:113: yang artinya sebagai berikut :
“Tidaklah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah)
bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat(nya),sesudah jelas bagi merekah bahwa orang-orrang musyrik itu penghuni
neraka jahanam.”
Ayat
di atas turun untuk menanggapi peristiwa wafatnya paman rasulullah saw, abu
thalib, hingga allah akan melarang hal tersebut. Dalam kisa yang lain, suatu
saat para sahabat khususnya umar ibn al-khaththab menemukan rasulullah sedang
menitikkan air mata ketika berziarah kubur. Rasulullah menerangkan bahwa beliau
sedang menziarahi makam ibundanya, dan memohon kepada allah agar diperkenangkan
meziarahinya, dan memohonkan keampunan bagi ibundanya. Sebab itu ayat tersebut
di turunkan.
8.
Beberapa
wahyu tapi satu sebab
Ada
lagi beberapa ayat yang di tukan untuk di menanggapi satu peristiwa, misalnya
ayat-ayat di turunkan untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan ummu
salamah,yakni mengapa hanya lelaki saja yang di sbut di dalam al-qur’an, yang
di beri ganjaran. Menurut al-hakim dan
tarmizi,pertanyaan itu menybabkan turnnya tiga ayat, yaitu q.s. alu
‘imran/3:195,q.s. al-nisa’/4:32, dan q.s. al-ahzab/33:35. Yang artinya sebagai
berikut :
“maka
tuhannya pun mengabulkan permohonan mereka, dan menjawab: “sungguh, tiada
kusia-siakan amal siapa pun di antara kamu,baik laki-laki maupun perempuan,
karena sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain. orang-orang yang
berhijrah dan di usir dari kampong halamannya, di sakiti di jalan-ku,berperang
dan terbunuh, sungguh akan kuhapuskan dari sorga-sorga, yang mengalir sungai di
dalamnya, sebagai ganjaran dari allah.dan allah, pada-nyalah sebaik-baik
ganjaran.” (q.s. alu imran/3:195)
Dan
Q.S. al-Nisa/4:32: yang artinya sebagai berikut :
“dan
janganlah kamu berangan-angan dan iri hati atas kelebihan yang di karuniakan
oleh allah kepada sebagian kamu, lebih
dari pada yang lain. karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka
usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah
kepada allahkarunia-nya. Sungguh allah tau benar segala sesuatu.” (q.s.
al-nisa’/4:32)
Dan
Q.S. al-Ahzab/33:35: yang artinya sebagai berikut :
“sungguh
bagi orang muslim lelaki dan perempuan, bagi orang mukmin lelaki dan
perempuan,bagi lelaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,bagi lelaki
dan perempuan yang benar,bagi lelaki dan perempuan yang sabar,bagi lelaki dan
perempuan yang khusuk,bagi orang lelaki dan perempuan yang bersedekah,bagi
lelaki dan perempuan yang berpuasa,bagi lelaki dan perempuan yang mnjaga
kehormatannya,bagi lelaki dan perempuan yang mengingat allah,bagi mereka allah
menyediakan ampunan dan pahala yang besar.” (q.s.al-ahzab).
5. Beberapa pandangan tentang asbab al-nuzul.
Para
ulama tidak sepakat mengenai kedudukan asbab al-nuzul. Mayoritas ulama tidak
memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwat asbab
al-nuzul, karena yang terpenti bagi mereka ialah apa yang tertera di dalam
redaksi ayat. Jumhur ulama kemudian menetapkan suatu kaidah:
ﺍﻟﻌﺑﺭﺓﺑﻌﻤﻮﻡﺍﻟﻟﻓﻈﻻﺒﺨﺻﻭﺍﻟﺴﺒﺐ
“yang
di jadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab.”
Sedangkan
sebagian kecil ulama memandang penting keberadaan riwayat-riwayat asbab
al-nuzul di dalam memahami ayat.
Golongan ini
juga menetapkan:
ﺍﻟﻌﺒﺮﺑﺨﺻﻭﺺﺍﻟﺴﺒﺐﻻﺒﻌﻤﻭﻡﺍﻟﻟﻓﻈ
“yang
di jadikan pegangan adalh kekhususan sebab, bukan keumuman lafal.”
Jumhur
ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang di turunkan berdasarkan sebab khusus
tetapi di ungkapkan dalam bentuk lafat umum,maka di jadikan pegangan adalah
lafal umum.sebagai contoh,turunnya q.s.al-ma’idah/5:38: yang artinya sebagai
berikut :
“lelaki-lelaki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagi siksaan dari allah. Dan
allah maha perkasa lagi maha bijaksana.”
Ayat
ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang di lakukan
seseorang pada jaman nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal ‘am, yaitu isim
mufrad Yang dita’rifkan dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas ulama
memahami ayat tersebut berlaku umum, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi
sebab turunnya ayat.
Sebagian
kecil ulama mempunyai sisi pandangan lain. mereka berpegang kepada kaidah
dengan alas an bahwa kalu yang di maksud tuhan adalah kaidah lafal umum,bukan
untuk menjelaskan suatu peristiwa atau sebab khusus,mengapa tuhan menunda
penjelasan-penjelasan hokum-nya hinga terjadi peristiwa tersebut.
Berbeda
dengan pendapat mayoritas ulama yang menolak pendapat kedua dengan alasan bahwa
lafal umum adalah kalimat baru, dan hokum yang terkandung di dalamnya bukan merupakan hubungan kausal dengan
peristiwa yang melatarbelaknginya.
Bagi
kelompok ulama ini kedudukan asbab al-nuzul tidak terlalu penting, sebaliknya
minoritas ulama menekankan pentingnya wayat asbab al-nuzul dengan memberikan
contong tentang q.s. al-baqarah/2:115: yang artinya sebagai berikut :
“dan
kepunyaan allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah allah.sesungguhnya allah maha luas (rahmat-nya) lagi maha mengetahui.”
Jika
hanya berpegang kepada redaksi ayat, maka hokum yang di fahami dari ayat
tersebut ialah tidak wajib menghadap ke kiblat pada waktu sholat,baik dalam
keadaan musafir atau tidak,pemahaman ini jelas keliru karena bertentangan
dengan dalil yang lain dan ijma’ para ulama. Akan tetapi dangan memperhatikan
asbab al-nuzul ayat tersebut, maka di pahami bahwa ayat itu bukan di tujukan
kepada orang-orang yang berbeda pada kondisi biasa atau bebas,tetapi kepada
orang-orang yang karena sebab tertentu tidak dapat menentukan arah kiblat.
Kaidah
kedua tersa lebih kontekstual, tetapi persoalalnnya adalah tidak semua
ayat-ayat al-qur’an mempunyai asbab al-nuzul. Ayat-ayat yang mepunyai asbab
al-Nuzul jumlahnya sangat terbatas. Sebagian di antaranya tidak shahih, di
tambah lagi satu ayat kadang-kadang mempunyai dua atau lebih riwayat asbab
al-nuzul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar