Bab I
PERIODE KE-EMPAT
Masa
Pengumpulan Dan
Pembukuan
Hadits
Kalau pada
periode pertama hijriah, mulai dari zaman Rasul, masa Khulafa’Rasyidin dan sebagian
besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama hijriah, hadits-hadits
itu berpindah dari mulut kemulut.
Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan
kekuatan hafalannya. Karena hafalannya para sahabat dan tabi’in diakui sejarah. Ulama pertama yang
menghimpunkan dan membukukan hadits atas instruksi Khalifah ialah Abu Bakar
Muhammad ibnu Ubaidillah ibnu Syihab Az-Zuhri, seorang tabi’in yang ahli dalam
urusan fiqih
dan hadits.
A. Perkembangan hadits periode ke-IV
Periode ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah kedua
(mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Hijryah (menjelang akhir masa dinasti
Abbasiyah angkatan pertama). Masa ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul
Aziz yakni sekitar tahun 99 hingga 102 H sampai akhir abad ke-2 H.
1.
Instruksi Umar Bin Abdul Aziz Tentang Pengumpulan dan pembukuan Hadits
Sejak sebelum masa pemerintahannya, daerah Islam telah
meluas ke daerah-daerah di luar jazirah Arab. Ini membawa akibat, para sahabat
menjadi terpencar ke daerah-daerah Islam untuk mengembangkan Islam dan
membimbing masyarakat setempat. Di samping itu, banyak sahabat yang meninggal karena
faktor usia dan akibat terjadinya peperangan. Ini berarti, bahwa awal
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, jumlah Sahabat yang hidup semakin tinggal
sedikit. Padahal, Hadits Rasulullah masih belum dibukukan secara resmi. lebih parah
lagi, yang sedang dihadapi oleh Khalifah adalah kian berkembangnya
Hadits-hadits palsu (Hadits Maudhu’) yang dengan sendirinya akan sangat
mengancam kelestarian yang benar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Sahabat Nabi
pada masa itu
tidak membukukan Hadits Rasul, di antara sebabnya adalah karena dikhawatirkan
akan terjadi bercampur dengan Al-Qur’an dengan yang bukan Al-Qur’an, sedang pada
saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, Al-Qur’an telah selesai secara resmi dan
lestari. Dengan demikian, maka bila Hadits rasul dibukukkan tidaklah akan mengganggu Al-Qur’an.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pada
penghujung tahun 100 Hijriyah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat
instruksi kepada para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk mengumpulkan
dan membukukan
Hadits.
Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar
bin Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk mengumpulkan dan membukukan Hadits itu ialah:
a.
Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga
tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits.
b. Telah makin banyak para
perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits
akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera dibukukan.
c. Daerah Islam makin meluas.
Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam bertambah banyak dan
kompleks. Ini berarti memerlukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-hadits Rasul di
samping petunjuk AI-Qur’an.
d. Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin
menghebat. Kalau hal ini dibiarkan terus, akan terancam kelestarian ajaran
Islam yang benar. Maka langkah segera yang perlu diambil ialah membukukan
Hadits dan sekaligus menyelamatkannya dari pengaruh pemalsuan-pemalsuan hadits
2.
Orang yang menerima instruksi dari khalifah Umar
bin Abdul Aziz.
Di antara Gubernur yang menerima instruksi dari Khalifah
Umar bin Abdul Aziz untuk penulisan Hadits itu adalah Gubernur Madinah yang
bernama: Abu Bakar Muhammad Ibnu Amr Ibnu Hazm Atau Muhammad Ibnu Hazm.
(seorang Gubernur, juga sebagai seorang Ulama), Al-Laits, Al- Auza’y, Malik, Ibnu
Ishaq dan Ibnu Abi Dzi’bin, supaya segera membukukan Hadits-hadits yang dihafal oleh
penghafal-penghafal Hadits di Madinah, antara lain:
a.
Amrah binti Abdir Rahman Ibnu Saad Ibnu Zurarah Ibnu Ades,
seorang ahli Fiqih, murid Sayyidah Aisyah ra.
b. Al-Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu
Bakar As-Shiddiq, salah seorang pemuka Tabi’in dan salah seorang Fuqaha Tujuh. Yang dimaksud dengan fuqaha yaitu:
1) Al-Qasim
2) Urwah Ibnu Zubair
3) Abu Bakar Ibnu Abd ar- Rahman
4) Said Ibnu Musayyab
5) Abdillah Ibnu Abdullah Ibnu Utbah
Ibnu mas’ud
6) Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit
7) Sulaiman Ibnu Yassar
Muhammad Ibnu Hazm (wafat tahun 117 H), melaksanakan tugas itu dengan baik. selanjutnya, instruksi Khalifah Umar
bin Abdul Aziz juga telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh salah seorang Ulama
Hadits masyhur sebagai Ulama Besar di Hijaz dan Syam, bernama Al-Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab
Az-Zuhry, dikenal juga dengan nama
Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhry. Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhry, setelah berhasil membukukan seluruh hadits yang ada di
Medinah,
lalu mengirimkan kepada penguasa-penguasa daerah.
Kedua tokoh pemula pembukuan Hadits ini, para ahli sejarah Ulama
Hadits berpendapat, bahwa yang lebih tepat disebut sebagai pembukuan Hadits yang pertama, ialah Muhammad
Ibnu Syihab Az-Zuhry. Hal ini terjadi karena
Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhry mempunyai beberapa kelebihan dalam membukukan Hadits-hadits Nabi, bila dibandingkan
dengan Muhammad Ibn Hazm. Di antara kelebihan Az-Zuhry, ialah:
1.
Ia dikenal sebagai Ulama Besar di bidang Hadits,
dibandingkan dengan
Ulama-ulama Hadits sezamannya.
2. Ia membukukan seluruh Hadits yang ada di Madinah,
sedangkan yang dilakukan oleh Muhammad Ibn Hazm,
tidak mencakup seluruh adits yang ada di Madinah.
3.
Ia mengirimkan hasil pembukuannya kepada seluruh penguasa di daerah, masing-masing satu rangkap, sehingga dengan demikian, lebih
cepat tersebar.
Sayang sekali, bahwa kedua macam pembukuan Hadits tersebut, baik yang ditulis
oleh Muhammad Ibnu Hazm maupun oleh Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, telah lama hilang dan sampai
sekarang tidak diketahui dimana keberadaannya.
Selanjutnya, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad
Ibnu Syihab Az-Zuhry berlalu, maka muncullah masa pembukuan berikutnya (sebagai masa pembukuan yang kedua), atas anjuran
Khalifah-khalifah Abbasiyah, di antaranya oleh Khalifah Abu Abbas As-Saffah.
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil membukukan Hadits-hadits Nabi, setelah masa Muhammad
Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, di antaranya ialah:
1.
Di Mekkah : Ibnu Juraij
(80-150H1669-767M).
2.
Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat
15114/768 M).
2. Malik bin Anas (93 H-179
H/703-798M).
3. Abi Dzi’bin (93 H-179H / 703-798 M)
3.
Di Bashrah : a. Ar-Rabi’ Ibn Shabih (wafat
160 H).
b. Said Ibn Abi Arubah (wafat 156H).
c. Hammad Ibn Salamah (wafat 176 H).
4.
Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat
th.161 H).
5.
Di Syam : Al-Auza’y (wafat th. 156
H).
6.
Di Washith : Husyaim Al-Wasyithy (wafat th.188 H/804 M).
7.
Di Yaman : Ma’mar Al-Azdy (95-153H/753-770M).
8.
Di Rey : Jarir Adh-Dhabby (110-1881-1/728-804M).
9.
Di Khurasan : Ibnu al-Mubarak (118-181 H/735-797 M).
10. Di Mesir : Al-Laits Ibn Sa’ad (wafat th.175 H).
Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan.
Karenanya itu, sulit ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pengumpul
dan pembukuan
Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersama, telah berguru kepada
Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.
Para ulama diatas juga menyayangkan
kitab Az-Zuhry Dan Ibnu Juraij itu tidak di ketahui keberadaannya sekarang ini.
Sedangkan kitab hadits yang paling tua yang ada di tangan umat islam adalah
Al-Muwaththa’ susunan Imam Malik atas perintah Khalifah Al-Manshur ketika dia
pergi haji pada tahun 144 H (143 M).
As-Sayuthy berkata dalam kitab
Tarikh al-Khulafa, “Dalam tahun 143 H. Ulama islam mulai membukukan hadits,
fiqih dan tafsir, di antaranya Ibnu Juraij, Imam Malik, Al-Auza’y, Ibnu Abi
Arubah, Hammad, Ma’mar al-Azdy dan Sufyan ats-Tsaury.
B. Ciri-Ciri Pembukuan Hadits Pada Masa Periode Ke 4 Abad
Ke-dua Hijriyah
Ciri-ciri pembukuan hadits pada masa period eke 4 abad
ke-dua Hijriyah adalah :
1.
Hadits yang disusun dalam pembukuan Hadits, mencakup Hadits- hadits Rasul, fatwa-fatwa Sahabat
dan Tabi’in. Dengan demikian, kitab Hadits dalam periode ini, belum dipisah-pisah
antara Hadits-hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’. Kitab Hadits yang hanya
menghimpun Hadits-hadits Nabi saja, hanyalah kitab yang disusun oleh Muhammad
Ibnu Hazm. Beliau melakukan demikian, mengingat adanya instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menyatakan: لاَ
تَÙ‚ْبَÙ„ْ Ø¥ِلاَّ ØَدِÙŠْØ«َ الَّسُÙˆْÙ„ِ صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ
“Janganlah kamu terima, selain dari Hadits Nabi saw. “
2.
Hadits yang disusun dalam pembukuan Hadits, umumnya belumlah
dikelompokkan berdasarkan judul-judul (maudlu’) masalah tertentu. Dengan
demikian, maka dalam pembukuan Hadits, terhimpun secara bercampur aduk Hadits-hadits
Tafsir, Hiadits-hadits Sirah Nabi,
Hadits-hadits Hukum, dan sebagainya. Imam Syafi’ilah yang mula pertama merintis
menyusun kitab Hadits berdasarkan judul masalah tertentu, dalam hal ini, yang
berhubungan dengan masalah thalaq dalam satu bab.
3.
Hadits-hadits yang disusun, belumlah dipisahkan antara yang
berkualitas Shahih, Hasan dan Dha’if.
C. Kitab-Kitab Hadits Pada Periode IV (Abad II Hijriyah)
Di antara kitab-kitab Hadits yang disusun pada abad 2 Hijriyah, periode IV ini, yang sangat
mendapat perhatian dari kalangan Ulama, ialah:
1. Al-Muwattha’, disusun oleh Imam
Malik (95 H-179
H)
2. Al-Musnad, disusun oleh Imam Asy-Syafi’y (204 H), Zaid Ibn Ali,
Abu Hanafih (150 H).
3. Al-Jami’,
disusun oleh Abd ar-Razzaq ash-Shan’ny (211 H)
4. Al-Mushannaf,
disusun oleh Syu’bah ibn Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyainah (198 H), Al-Laits
ibn Sa’ad (175 H), Al-Auza’y (150 H), dan Al-Humaidy (219 H).
5. Al-Maghazi
an-Nabawiyah, disusun oleh Muhammad ibn Waqid al-Aslamy (130 H – 207 H).
6. Mukhtalif al
Hadits, disusun oleh Imam Asy-Syafi’y.
D. Pemalsuan Hadits
Motif-motif
Pemalsuan Hadits :
1.
Propagandi- propagandis politik
Salah satu cara untuk menarik minat orang terhadap apa yang
disampaikannya, adalah dengan mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih
menarik bila dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan, yang ganjih ganjil dan
yang menakutkan.
2.
Golongan Zindiq
Golongan yang pada lahirnya memeluk Islam , tetapi batinnya
memusuhi Islam.
3.
Tukang-tukang cerita
Maka, di antara penyebar ajaran Islam, karena dorongan dan
keinginannya yang sarigat besar untuk menarik minat para hadirinnya, mereka
lalu membuat kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya. Celakanya,
kisah-kisah yang dikarangnya itu lalu dilengkapi. dengan ad dan dinyatakan
berasal dari Nabi Muhammad.
4.
Penganut ajaran tasawuf
Di antara pengikut ajaran tasawuf, ada yang pengetahuan
agamanya masih sangat terbatas dan bahkan salah. Tetapi biasanya, orang yang
demikian ini merasa dirinya serba tahu tentang aj aran Islam. Ditafsirkanlah ajaran Islam sesuai dengan
kehendaknya. Dan untuk memperkuat alasan atas pendapat dan pemahamannya itu,
maka dibuatnyalah Hadits-hadits palsu. Dan pemalsuan Hadits yang mereka buat,
biasanya berkisar soal-soal yang berhubungan dengan “targhib wat tarhib”
(berita-berita yangmenggembirakan dan mencemaskan).
E. Cara Mengatasi Pemalsuan Hadits
1. Pemerintah, dalam hal ini dari bani
Abbasiyah; berusaha menumpas kaum zindiq.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat, bahwa bani Abbas menumpas kaum zindiq itu, boleh jadi karena mereka membuat Hadits-hadits palsu yang merendahkan derajat bani Abbas dan menjauhkan masyarakat dari bani Abbas. Atau, mungkin para Khalifah bani Abbas bermaksud memelihara agama dari kerusakan yang dilakukan oleh golongan zindiq.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat, bahwa bani Abbas menumpas kaum zindiq itu, boleh jadi karena mereka membuat Hadits-hadits palsu yang merendahkan derajat bani Abbas dan menjauhkan masyarakat dari bani Abbas. Atau, mungkin para Khalifah bani Abbas bermaksud memelihara agama dari kerusakan yang dilakukan oleh golongan zindiq.
Usaha pemerintah ini, tentu saja belumlah berhasil secara
tuntas menumpas pemalsu-pemalsu Hadits. Sebab, kaum zindiq yang ditumpas
pemerintah itu, barulah salah satu golongan saja di antara golongan Hadits.
Ditambah lagi, karena kaum zindiq ini, merupakan gerakan yang terselubung, maka
dalam menumpasnya tidaklah mudah.
2. Para Ulama berusaha dengan gigih
menghadapi pemalsuan-pemalsuan Hadits-Hadits. Caranya, bermacam-macam. Di antaranya:
a. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah
untuk mengecek kebenaran Hadits-hadits yang diterimanya dan meneliti
sumber-sumbernya, kemudian hasilnya mereka siarkan ke masyarakat.
b. Meneliti sanad dan perawi Hadits
dengan ketat. Riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan sanad Hadits
diselidiki dengan saksama. Maka lahirlah, istilah-istilah: tsiqah, kadzab-kadzab, fulan la ba’sa bihi, dan
sebagainya. Imam Malik misalnya, telah memberi tuntunan kepada penuntut/pencari
Hadits, dengan menyatakan: Janganlah mengambil ilmu (Hadits) dari empat macam
orang, yaitu:
a. orang yang kurang akal,
b. orang yang mengikuti hawa nafsunya
dan mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya,
c. orang yang suka berdusta, dan
d. seorang Syaikh yang memiliki
keutamaan, kesalihan dan aktif ibadah, tetapi tidak mengetahui apa yang
diriwayatkannya, yang berhubungan dengan Hadits.
F. Tokoh – tokoh Hadits Pada Abad ke 2 hijriyah.
Diantara
tokoh-tokoh hadits yang masyhur dalam abad ke-2 hijriyah ialah :
1. Imam Malik
2. Yahya ibn
Said al-Qaththan
3. Waki’ ibn
al-jarrah
4. Sufyan
ats-Tsaury
5. Ibnu Uyainah
6. Syu’bah ibn
Hajjaj
7. Abd
ar-Rahman ibn Mahdy
8. Al-Auza’y
9. Al-Laits
10. Abu Hanifah
11. Asy-Syafi’y
G. Pemisahan hadits-hadits tafsir dan hadits-hadits sirah
Didalam abad ke dua ini pula, mulai
dipisahkan hadits-hadits tafsir dari
umum dan hadits mulai pula dipisahkan hadits-hadits sirah dan maghazinya. Maka
yang mula-mula memisahkan hadits-hadits yang berpautan dengan sirah, ialah
Muhammad Ibn Ishaq ibn Yassar Al Muththaliby ( 151 H ). Kitab ini diriwayatkan
oleh Ibnul Hisyam, Yakni Abu Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdil Malik Ibn Hisyam Al
Himsyary Al Mu’afiry ( 151 H – 213 H ). Kitab ini terkenal dengan nama Sirah
Ibnu Hisyam dan inilah pokok dari kitab-kitab sirah yang berkembang sesudahnya.
Kitab Ibnu Hisyam ini telah
disyarahkan oleh Muhyiddin Abdul Hamid dan Mushthafa Al Saqa.
H. Sebab-sebab seorang tabi’y dan tabi’it tabi’y banyak
meriwayatkan hadits
Oleh karena, para tabi’in dan
tabi’it tabi’in mengambil hadits dari banyak sahabat dan dari sesamanya, maka
jumlah riwayat seseorang tabi’y biasanya lebih banyak dari seseorang shahaby
dan riwayat tabi’it tabi’y, lebih banyak dari tabi’y begitulah seterusnya.
Dalam
pada itu harus dimaklumi bahwa yang dimaksud dengan hadits disini : perkataan Nabi, perbuatannya, Taqrirnya,
perkataan sahabat, perbuatannya, taqrir mereka dan perkataan tabi’in, perbuatan
dan taqrir mereka.
Bab II
Kesimpulan Dan Saran
A.
Kesimpulan
Pada tahun 100 H, seorang khalifah
yang bernama Umar ibn Abdul Aziz, meminta kepada Gubernur madinah, yaitu Abu
Bakar ibn Muhammad ibn Amir ibn Hazmin supaya membukukan hadits Rasul yang
terdapat pada wanita yaitu amrah binti Abdir Rahman ibn Sa’ad ibn Zurarah ibn
‘Ades, seorang ahli Fiqih dan hadits-hadits yang ada pada Al Qasim ibn Muhammad
ibn Abu Bakar Ash Shiddieq, seorang pemuka Tabi’y dan salah seorang fuqaha
tujuh.
latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz
mengeluarkan instruksi untuk mengumpulkan dan membukukan Hadits itu ialah:
a.
Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga
tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits.
b. Telah makin banyak para
perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits
akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera dibukukan.
c. Daerah Islam makin meluas.
Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam bertambah banyak dan
kompleks. Ini berarti memerlukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-hadits Rasul di
samping petunjuk AI-Qur’an.
d.
Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin menghebat. Kalau hal ini
dibiarkan terus, akan terancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Maka
langkah segera yang perlu diambil ialah membukukan Hadits dan sekaligus
menyelamatkannya dari pengaruh pemalsuan-pemalsuan hadits.
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil membukukan Hadits-hadits Nabi, setelah masa Muhammad
Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, di antaranya ialah:
11. Di Mekkah : Ibnu Juraij (80-150H1669-767M).
12. Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat 15114/768 M).
2. Malik bin Anas (93 H-179
H/703-798M).
3. Abi Dzi’bin (93 H-179H / 703-798 M)
13. Di Bashrah : a. Ar-Rabi’ Ibn Shabih (wafat 160 H).
b. Said Ibn Abi Arubah (wafat 156H).
c. Hammad Ibn Salamah (wafat 176 H).
14. Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat th.161 H).
15. Di Syam : Al-Auza’y (wafat th. 156 H).
16. Di Washith : Husyaim Al-Wasyithy (wafat th.188 H/804 M).
17. Di Yaman : Ma’mar Al-Azdy (95-153H/753-770M).
18. Di Rey : Jarir Adh-Dhabby (110-1881-1/728-804M).
19. Di Khurasan : Ibnu al-Mubarak (118-181 H/735-797 M).
20. Di Mesir : Al-Laits Ibn Sa’ad (wafat th.175 H).
Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan.
Karenanya itu, sulit ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pengumpul
dan pembukuan
Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersama, telah berguru kepada
Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini, saya mengalami banyak
Kendal dalam mencari referensi atau
sumber
materi dalam membuat makalah ini. Jadi, sebagai penulis atau pembuat makalah
ini saya mengharapkan saran dari teman-teman dan khususnya dosen selaku
pembimbing, agar memberikan saran kepada saya untuk menjadi bahan koreksi bagi
saya agar makalah-makalah yang akan saya buat selanjutnya lebih baik dari apa
yang saya buat sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar