Kamis, 31 Mei 2012

Ulumul Hadits


Bab I
PERIODE KE-EMPAT
Masa Pengumpulan Dan Pembukuan Hadits

Kalau pada periode pertama hijriah, mulai dari zaman Rasul, masa Khulafa’Rasyidin dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama hijriah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut kemulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kekuatan hafalannya. Karena hafalannya para sahabat dan tabi’in diakui sejarah. Ulama pertama yang menghimpunkan dan membukukan hadits atas instruksi Khalifah ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Ubaidillah ibnu Syihab Az-Zuhri, seorang tabi’in yang ahli dalam urusan fiqih dan hadits.

A.    Perkembangan hadits periode ke-IV
Periode ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah kedua (mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Hijryah (menjelang akhir masa dinasti Abbasiyah angkatan pertama). Masa ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz yakni sekitar tahun 99 hingga 102 H sampai akhir abad ke-2 H.
1.       Instruksi Umar Bin Abdul Aziz Tentang Pengumpulan dan pembukuan Hadits
Sejak sebelum masa pemerintahannya, daerah Islam telah meluas ke daerah-daerah di luar jazirah Arab. Ini membawa akibat, para sahabat menjadi terpencar ke daerah-daerah Islam untuk mengembangkan Islam dan membimbing masyarakat setempat. Di samping itu, banyak sahabat yang meninggal karena faktor usia dan akibat terjadinya peperangan. Ini berarti, bahwa awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, jumlah Sahabat yang hidup semakin tinggal sedikit. Padahal, Hadits Rasulullah masih belum dibukukan secara resmi. lebih parah lagi, yang sedang dihadapi oleh Khalifah adalah kian berkembangnya Hadits-hadits palsu (Hadits Maudhu’) yang dengan sendirinya akan sangat mengancam kelestarian yang benar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Sahabat Nabi pada masa itu tidak membukukan Hadits Rasul, di antara sebabnya adalah karena dikhawatirkan akan terjadi bercampur dengan Al-Qur’an dengan yang bukan Al-Qur’an, sedang pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, Al-Qur’an telah selesai secara resmi dan lestari. Dengan demikian, maka bila Hadits rasul dibukukkan tidaklah akan mengganggu Al-Qur’an.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pada penghujung tahun 100 Hijriyah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat instruksi kepada para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk mengumpulkan dan membukukan Hadits.
Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk mengumpulkan dan membukukan Hadits itu ialah:
a.       Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits.
b.      Telah makin banyak para perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera dibukukan.
c.       Daerah Islam makin meluas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam bertambah banyak dan kompleks. Ini berarti memerlukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-hadits Rasul di samping petunjuk AI-Qur’an.
d.      Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin menghebat. Kalau hal ini dibiarkan terus, akan terancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Maka langkah segera yang perlu diambil ialah membukukan Hadits dan sekaligus menyelamatkannya dari pengaruh pemalsuan-pemalsuan hadits
2.      Orang  yang menerima instruksi dari khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Di antara Gubernur yang menerima instruksi dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk penulisan Hadits itu adalah Gubernur Madinah yang bernama: Abu Bakar Muhammad Ibnu Amr Ibnu Hazm Atau Muhammad Ibnu Hazm. (seorang Gubernur, juga sebagai seorang Ulama), Al-Laits, Al- Auza’y, Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzi’bin, supaya segera membukukan Hadits-hadits yang dihafal oleh penghafal-penghafal Hadits di Madinah, antara lain:
a.       Amrah binti Abdir Rahman Ibnu Saad Ibnu Zurarah Ibnu Ades, seorang ahli Fiqih, murid Sayyidah Aisyah ra.
b.      Al-Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar As-Shiddiq, salah seorang pemuka Tabi’in dan salah seorang Fuqaha Tujuh. Yang dimaksud dengan fuqaha yaitu:
1)      Al-Qasim
2)      Urwah Ibnu Zubair
3)      Abu Bakar Ibnu Abd ar- Rahman
4)      Said Ibnu Musayyab
5)      Abdillah Ibnu Abdullah Ibnu Utbah Ibnu mas’ud
6)      Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit
7)      Sulaiman Ibnu Yassar
Muhammad Ibnu Hazm (wafat tahun 117 H), melaksanakan tugas itu dengan baik. selanjutnya, instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh salah seorang Ulama Hadits masyhur sebagai Ulama Besar di Hijaz dan Syam, bernama Al-Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhry,  dikenal juga dengan nama Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhry. Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhry, setelah berhasil membukukan seluruh hadits yang ada di Medinah, lalu mengirimkan kepada penguasa-penguasa daerah.
Kedua tokoh pemula pembukuan Hadits ini, para ahli sejarah Ulama Hadits berpendapat, bahwa yang lebih tepat disebut sebagai pembukuan Hadits yang pertama, ialah Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry. Hal ini terjadi karena Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhry mempunyai beberapa kelebihan dalam membukukan Hadits-hadits Nabi, bila dibandingkan dengan Muhammad Ibn Hazm. Di antara kelebihan Az-Zuhry, ialah:
1.      Ia dikenal sebagai Ulama Besar di bidang Hadits, dibandingkan dengan Ulama-ulama Hadits sezamannya.
2.      Ia membukukan seluruh Hadits yang ada di Madinah, sedangkan yang dilakukan oleh Muhammad Ibn Hazm, tidak mencakup seluruh adits yang ada di Madinah.
3.      Ia mengirimkan hasil pembukuannya kepada seluruh penguasa di daerah, masing-masing satu rangkap, sehingga dengan demikian, lebih cepat tersebar.
Sayang sekali, bahwa kedua macam pembukuan Hadits tersebut, baik yang ditulis oleh Muhammad Ibnu Hazm maupun oleh Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, telah lama hilang dan sampai sekarang tidak diketahui dimana keberadaannya.
Selanjutnya, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry berlalu, maka muncullah masa pembukuan berikutnya (sebagai masa pembukuan yang kedua), atas anjuran Khalifah-khalifah Abbasiyah, di antaranya oleh Khalifah Abu Abbas As-Saffah.
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil membukukan Hadits-hadits Nabi, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, di antaranya ialah:
1.      Di Mekkah : Ibnu Juraij (80-150H1669-767M).
2.      Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat 15114/768 M).
                      2. Malik bin Anas (93 H-179 H/703-798M).
                     3. Abi Dzi’bin (93 H-179H / 703-798 M)
3.      Di Bashrah : a. Ar-Rabi’ Ibn Shabih (wafat 160 H).
         b. Said Ibn Abi Arubah (wafat 156H).
                     c. Hammad Ibn Salamah (wafat 176 H).
4.      Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat th.161 H).
5.      Di Syam : Al-Auza’y (wafat th. 156 H).
6.      Di Washith : Husyaim Al-Wasyithy (wafat th.188 H/804 M).
7.      Di Yaman : Ma’mar Al-Azdy (95-153H/753-770M).
8.      Di Rey : Jarir Adh-Dhabby (110-1881-1/728-804M).
9.      Di Khurasan : Ibnu al-Mubarak (118-181 H/735-797 M).
10.  Di Mesir : Al-Laits Ibn Sa’ad (wafat th.175 H).
Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan. Karenanya itu, sulit ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pengumpul dan pembukuan Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersama, telah berguru kepada Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.
Para ulama diatas juga menyayangkan kitab Az-Zuhry Dan Ibnu Juraij itu tidak di ketahui keberadaannya sekarang ini. Sedangkan kitab hadits yang paling tua yang ada di tangan umat islam adalah Al-Muwaththa’ susunan Imam Malik atas perintah Khalifah Al-Manshur ketika dia pergi haji pada tahun 144 H (143 M).
As-Sayuthy berkata dalam kitab Tarikh al-Khulafa, “Dalam tahun 143 H. Ulama islam mulai membukukan hadits, fiqih dan tafsir, di antaranya Ibnu Juraij, Imam Malik, Al-Auza’y, Ibnu Abi Arubah, Hammad, Ma’mar al-Azdy dan Sufyan ats-Tsaury.

B.     Ciri-Ciri Pembukuan Hadits Pada Masa Periode Ke 4 Abad Ke-dua Hijriyah
Ciri-ciri pembukuan hadits pada masa period eke 4 abad ke-dua Hijriyah adalah :
1.      Hadits yang disusun dalam pembukuan Hadits, mencakup Hadits- hadits Rasul, fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi’in. Dengan demikian, kitab Hadits dalam periode ini, belum dipisah-pisah antara Hadits-hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’. Kitab Hadits yang hanya menghimpun Hadits-hadits Nabi saja, hanyalah kitab yang disusun oleh Muhammad Ibnu Hazm. Beliau melakukan demikian, mengingat adanya instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menyatakan:   Ù„اَ تَÙ‚ْبَÙ„ْ Ø¥ِلاَّ Ø­َدِÙŠْØ«َ الَّسُÙˆْÙ„ِ صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ
“Janganlah kamu terima, selain dari Hadits Nabi saw. “
2.      Hadits yang disusun dalam pembukuan Hadits, umumnya belumlah dikelompokkan berdasarkan judul-judul (maudlu’) masalah tertentu. Dengan demikian, maka dalam pembukuan Hadits, terhimpun secara bercampur aduk Hadits-hadits Tafsir, Hiadits-hadits Sirah Nabi, Hadits-hadits Hukum, dan sebagainya. Imam Syafi’ilah yang mula pertama merintis menyusun kitab Hadits berdasarkan judul masalah tertentu, dalam hal ini, yang berhubungan dengan masalah thalaq dalam satu bab.
3.      Hadits-hadits yang disusun, belumlah dipisahkan antara yang berkualitas Shahih, Hasan dan Dha’if.

C.    Kitab-Kitab Hadits Pada Periode IV (Abad II Hijriyah)
Di antara kitab-kitab Hadits yang disusun pada abad 2 Hijriyah, periode IV ini, yang sangat mendapat perhatian dari kalangan Ulama, ialah:
1.      Al-Muwattha’, disusun oleh Imam Malik (95 H-179 H)
2.      Al-Musnad, disusun oleh Imam Asy-Syafi’y (204 H), Zaid Ibn Ali, Abu Hanafih (150 H).
3.      Al-Jami’, disusun oleh Abd ar-Razzaq ash-Shan’ny (211 H)
4.      Al-Mushannaf, disusun oleh Syu’bah ibn Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyainah (198 H), Al-Laits ibn Sa’ad (175 H), Al-Auza’y (150 H), dan Al-Humaidy (219 H).
5.      Al-Maghazi an-Nabawiyah, disusun oleh Muhammad ibn Waqid al-Aslamy (130 H – 207 H).
6.      Mukhtalif al Hadits, disusun oleh Imam Asy-Syafi’y.

D.    Pemalsuan Hadits
Motif-motif Pemalsuan Hadits :
1.      Propagandi- propagandis politik
Salah satu cara untuk menarik minat orang terhadap apa yang disampaikannya, adalah dengan mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih menarik bila dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan, yang ganjih ganjil dan yang menakutkan.
2.      Golongan Zindiq
Golongan yang pada lahirnya memeluk Islam , tetapi batinnya memusuhi Islam.
3.      Tukang-tukang cerita
Maka, di antara penyebar ajaran Islam, karena dorongan dan keinginannya yang sarigat besar untuk menarik minat para hadirinnya, mereka lalu membuat kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya. Celakanya, kisah-kisah yang dikarangnya itu lalu dilengkapi. dengan ad dan dinyatakan berasal dari Nabi Muhammad.
4.      Penganut ajaran tasawuf
Di antara pengikut ajaran tasawuf, ada yang pengetahuan agamanya masih sangat terbatas dan bahkan salah. Tetapi biasanya, orang yang demikian ini merasa dirinya serba tahu tentang aj aran Islam. Ditafsirkanlah ajaran Islam sesuai dengan kehendaknya. Dan untuk memperkuat alasan atas pendapat dan pemahamannya itu, maka dibuatnyalah Hadits-hadits palsu. Dan pemalsuan Hadits yang mereka buat, biasanya berkisar soal-soal yang berhubungan dengan “targhib wat tarhib” (berita-berita yangmenggembirakan dan mencemaskan).

E.     Cara Mengatasi Pemalsuan Hadits
1.      Pemerintah, dalam hal ini dari bani Abbasiyah; berusaha menumpas kaum zindiq.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat, bahwa bani Abbas menumpas kaum zindiq itu, boleh jadi karena mereka membuat Hadits-hadits palsu yang merendahkan derajat bani Abbas dan menjauhkan masyarakat dari bani Abbas. Atau, mungkin para Khalifah bani Abbas bermaksud memelihara agama dari kerusakan yang dilakukan oleh golongan zindiq.
Usaha pemerintah ini, tentu saja belumlah berhasil secara tuntas menumpas pemalsu-pemalsu Hadits. Sebab, kaum zindiq yang ditumpas pemerintah itu, barulah salah satu golongan saja di antara golongan Hadits. Ditambah lagi, karena kaum zindiq ini, merupakan gerakan yang terselubung, maka dalam menumpasnya tidaklah mudah.
2.      Para Ulama berusaha dengan gigih menghadapi pemalsuan-pemalsuan Hadits-Hadits. Caranya, bermacam-macam. Di antaranya:
a.       Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk mengecek kebenaran Hadits-hadits yang diterimanya dan meneliti sumber-sumbernya, kemudian hasilnya mereka siarkan ke masyarakat.
b.      Meneliti sanad dan perawi Hadits dengan ketat. Riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan sanad Hadits diselidiki dengan saksama. Maka lahirlah, istilah-istilah: tsiqah, kadzab-kadzab, fulan la ba’sa bihi, dan sebagainya. Imam Malik misalnya, telah memberi tuntunan kepada penuntut/pencari Hadits, dengan menyatakan: Janganlah mengambil ilmu (Hadits) dari empat macam orang, yaitu:
a.       orang yang kurang akal,
b.      orang yang mengikuti hawa nafsunya dan mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya,
c.       orang yang suka berdusta, dan
d.      seorang Syaikh yang memiliki keutamaan, kesalihan dan aktif ibadah, tetapi tidak mengetahui apa yang diriwayatkannya, yang berhubungan dengan Hadits.

F.     Tokoh – tokoh Hadits Pada Abad ke 2 hijriyah.
Diantara tokoh-tokoh hadits yang masyhur dalam abad ke-2 hijriyah ialah :
1.      Imam Malik
2.      Yahya ibn Said al-Qaththan
3.      Waki’ ibn al-jarrah
4.      Sufyan ats-Tsaury
5.      Ibnu Uyainah
6.      Syu’bah ibn Hajjaj
7.      Abd ar-Rahman ibn Mahdy
8.      Al-Auza’y
9.      Al-Laits
10.  Abu Hanifah
11.  Asy-Syafi’y

G.    Pemisahan hadits-hadits tafsir dan hadits-hadits sirah
Didalam abad ke dua ini pula, mulai dipisahkan  hadits-hadits tafsir dari umum dan hadits mulai pula dipisahkan hadits-hadits sirah dan maghazinya. Maka yang mula-mula memisahkan hadits-hadits yang berpautan dengan sirah, ialah Muhammad Ibn Ishaq ibn Yassar Al Muththaliby ( 151 H ). Kitab ini diriwayatkan oleh Ibnul Hisyam, Yakni Abu Muhammad Jamaluddin Ibnu Abdil Malik Ibn Hisyam Al Himsyary Al Mu’afiry ( 151 H – 213 H ). Kitab ini terkenal dengan nama Sirah Ibnu Hisyam dan inilah pokok dari kitab-kitab sirah yang berkembang sesudahnya.
Kitab Ibnu Hisyam ini telah disyarahkan oleh Muhyiddin Abdul Hamid dan Mushthafa Al Saqa.

H.    Sebab-sebab seorang tabi’y dan tabi’it tabi’y banyak meriwayatkan hadits
Oleh karena, para tabi’in dan tabi’it tabi’in mengambil hadits dari banyak sahabat dan dari sesamanya, maka jumlah riwayat seseorang tabi’y biasanya lebih banyak dari seseorang shahaby dan riwayat tabi’it tabi’y, lebih banyak dari tabi’y begitulah seterusnya.
            Dalam pada itu harus dimaklumi bahwa yang dimaksud dengan hadits disini : perkataan Nabi, perbuatannya, Taqrirnya, perkataan sahabat, perbuatannya, taqrir mereka dan perkataan tabi’in, perbuatan dan taqrir mereka.



Bab II
Kesimpulan Dan Saran

A.    Kesimpulan
Pada tahun 100 H, seorang khalifah yang bernama Umar ibn Abdul Aziz, meminta kepada Gubernur madinah, yaitu Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amir ibn Hazmin supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada wanita yaitu amrah binti Abdir Rahman ibn Sa’ad ibn Zurarah ibn ‘Ades, seorang ahli Fiqih dan hadits-hadits yang ada pada Al Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar Ash Shiddieq, seorang pemuka Tabi’y dan salah seorang fuqaha tujuh.
latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk mengumpulkan dan membukukan Hadits itu ialah:
a.       Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits.
b.      Telah makin banyak para perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera dibukukan.
c.       Daerah Islam makin meluas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam bertambah banyak dan kompleks. Ini berarti memerlukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-hadits Rasul di samping petunjuk AI-Qur’an.
d.      Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin menghebat. Kalau hal ini dibiarkan terus, akan terancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Maka langkah segera yang perlu diambil ialah membukukan Hadits dan sekaligus menyelamatkannya dari pengaruh pemalsuan-pemalsuan hadits.
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil membukukan Hadits-hadits Nabi, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, di antaranya ialah:
11.  Di Mekkah : Ibnu Juraij (80-150H1669-767M).
12.  Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat 15114/768 M).
                      2. Malik bin Anas (93 H-179 H/703-798M).
                     3. Abi Dzi’bin (93 H-179H / 703-798 M)
13.  Di Bashrah : a. Ar-Rabi’ Ibn Shabih (wafat 160 H).
         b. Said Ibn Abi Arubah (wafat 156H).
                     c. Hammad Ibn Salamah (wafat 176 H).
14.  Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat th.161 H).
15.  Di Syam : Al-Auza’y (wafat th. 156 H).
16.  Di Washith : Husyaim Al-Wasyithy (wafat th.188 H/804 M).
17.  Di Yaman : Ma’mar Al-Azdy (95-153H/753-770M).
18.  Di Rey : Jarir Adh-Dhabby (110-1881-1/728-804M).
19.  Di Khurasan : Ibnu al-Mubarak (118-181 H/735-797 M).
20.  Di Mesir : Al-Laits Ibn Sa’ad (wafat th.175 H).
Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan. Karenanya itu, sulit ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pengumpul dan pembukuan Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersama, telah berguru kepada Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.

B.     Saran
Dalam pembuatan makalah ini, saya mengalami banyak Kendal dalam mencari referensi atau
sumber materi dalam membuat makalah ini. Jadi, sebagai penulis atau pembuat makalah ini saya mengharapkan saran dari teman-teman dan khususnya dosen selaku pembimbing, agar memberikan saran kepada saya untuk menjadi bahan koreksi bagi saya agar makalah-makalah yang akan saya buat selanjutnya lebih baik dari apa yang saya buat sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar